Memuat...
28 August 2025 15:56

Mengenal lebih jauh apa itu toxic positivity

Bagikan artikel

Apa itu Toxic Positivity?

Yuk, mengenal lebih jauh apa itu toxic positivity

 

Pengertian toxic positivity

      Toxic positivity atau kebahagiaan yang beracun dikenal sebagai konsep promosi kebahagiaan yang berlebihan. Konsep ini meyakini bawa tetap bersikap positif dengan mengabaikan emosi negatif merupakan solusi yang tepat dalam menghadapi masalah. Toxic positivity adalah keyakinan terhadap konsep positif yang berlebihan, yang menuntut seseorang untuk selalu bersikap positif dalam segala keadaan dan situasi, serta mengabaikan emosi negatif. Penelitian sebelumnya menjelaskan lebih lanjut bahwa proses toxic positivity dapat menyebabkan penyangkalan, peremehan, dan pengabaian terhadap pengalaman emosional manusia.

 

Kenapa toxic positivity bisa terjadi?

     Konsep ini berupaya untuk menghidupkan kembali makna hidup, meskipun di tengah kesulitan dan trauma kehidupan (Kumar & Cavallaro, 2018; Lamont, 2012). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa berpikir positif merupakan bentuk pola pikir yang terbiasa mencari hasil terbaik dari kemungkinan terburuk (Peale, 1986). Ia juga menjelaskan bahwa berpikir positif adalah melihat segala peristiwa dengan kesadaran penuh bahwa hal buruk memang ada dalam hidup, namun akan lebih baik jika kita memfokuskan perhatian pada hal-hal yang baik.

 

     Dapat disimpulkan bahwa toxic positivity terjadi karena adanya tekanan sosial dan budaya yang mendorong seseorang untuk selalu terlihat kuat dan bahagia dalam segala situasi. Di banyak lingkungan, menunjukkan emosi negatif seperti sedih, marah, atau kecewa sering dianggap sebagai bentuk kelemahan, sehingga orang terbiasa menekan atau bahkan menyangkal perasaan tersebut. 

 

Apa Dampak dari Toxic Positivty?

     Toxic positivity dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental maupun hubungan sosial seseorang. Ketika seseorang terus-menerus menekan emosi negatif dan berpura-pura “baik-baik saja”, hal ini bisa menyebabkan emosi yang terpendam, yang dalam jangka panjang berisiko memunculkan stres kronis, kecemasan, bahkan depresi. Individu yang mengalami toxic positivity juga cenderung merasa bersalah atau malu saat merasakan emosi “tidak positif”, padahal emosi tersebut merupakan bagian alami dari pengalaman manusia. Selain itu, toxic positivity bisa merusak hubungan sosial karena membuat seseorang tampak tidak empatik atau tidak mampu menjadi pendengar yang suportif—misalnya dengan menanggapi keluhan orang lain secara minim seperti “udah, pikir positif aja” tanpa memahami konteks emosinya.

     Untuk dapat mengenali potensi mu dengan baik, kalian dapat menemukan layanan asesmen psikologi terbaik hanya di biro psikologi resmi Assessment Indonesia, mitra terpercaya untuk kebutuhan psikotes.

 

Referensi:

Putra, R. P., Ramadhanti, A., Sasanti, A., Fadil, A., & Salsyabila, N. (2023). Toxic positivity in adolescents: An attitude of always being positive in every situation. Journal of Psychology and Instruction, 7(1), 11-21.

 

Bagikan