Memuat...
04 September 2025 14:51

Apakah Terdapat Hubungan antara Rasa Sakit dan Cara Berpikir Kamu?

Bagikan artikel

Rasa Sakit dan Cara Berpikir

Apakah Terdapat Hubungan antara Rasa Sakit dan Cara Berpikir Kamu?

 

Pengertian Rasa Sakit

     Rasa sakit bukan hanya sekadar sensasi fisik ketika tubuh mengalami luka, cedera, atau gangguan kesehatan. Dalam psikologi, rasa sakit dipahami sebagai pengalaman subjektif yang melibatkan interaksi antara tubuh, pikiran, dan emosi. Artinya, rasa sakit tidak hanya ditentukan oleh kondisi medis, tetapi juga oleh bagaimana seseorang menafsirkan, merasakan, dan merespons situasi yang dialaminya.

Menurut perspektif biopsikososial, rasa sakit terbentuk dari tiga aspek utama:

  1. Aspek biologis → melibatkan sistem saraf dan respon tubuh terhadap rangsangan yang dianggap berbahaya.

  2. Aspek psikologis → mencakup perhatian, emosi, memori, dan pola pikir yang memengaruhi intensitas rasa sakit.

  3. Aspek sosial → lingkungan, dukungan orang sekitar, dan budaya juga berperan dalam cara seseorang mengekspresikan serta mengelola rasa sakit.

Sebagai contoh, dua orang dengan kondisi medis yang sama bisa merasakan tingkat sakit yang berbeda. Seseorang yang cemas atau stres mungkin akan merasakan sakit lebih intens, sementara orang yang memiliki dukungan emosional kuat dapat menoleransi rasa sakit dengan lebih baik.

Hubungan Rasa Sakit dan Proses Berpikir Mu

    Rasa sakit dan kesehatan mental memiliki keterkaitan yang sangat erat, bahkan seringkali membentuk lingkaran dua arah: rasa sakit dapat memengaruhi kondisi mental, sementara kondisi mental juga dapat memperburuk persepsi terhadap rasa sakit.

a. Rasa Sakit Memengaruhi Kesehatan Mental

Ketika seseorang mengalami rasa sakit dalam jangka panjang (misalnya sakit kepala kronis, nyeri otot, atau penyakit tertentu), hal ini dapat menimbulkan dampak psikologis seperti:

  • Stres berlebihan karena tubuh terus menerus dalam keadaan tidak nyaman.

  • Gangguan tidur, yang kemudian memperparah kondisi fisik dan mental.

  • Kecemasan, muncul karena khawatir sakit tidak akan hilang atau makin parah.

  • Depresi, akibat rasa putus asa dan terbatasnya aktivitas sehari-hari.

Dalam banyak kasus, penderita sakit kronis merasa kualitas hidupnya menurun drastis, bukan hanya karena sakit fisik, tapi juga karena beban mental yang menyertainya.

b. Kesehatan Mental Memengaruhi Persepsi terhadap Rasa Sakit

Sebaliknya, kondisi mental juga berperan dalam menentukan bagaimana seseorang merasakan sakit. Misalnya:

  • Orang yang sedang stres atau cemas cenderung merasakan sakit lebih kuat.

  • Orang yang memiliki dukungan emosional dari keluarga/teman dapat lebih tahan terhadap rasa sakit.

  • Pola pikir negatif (seperti overthinking dan catastrophizing: menganggap sakitnya pasti berujung buruk) membuat rasa sakit terasa lebih menyiksa.

Hal ini menunjukkan bahwa pikiran dan emosi bisa memperbesar atau memperkecil intensitas rasa sakit.

c. Lingkaran Vicious Cycle

Jika tidak ditangani, hubungan ini bisa menciptakan lingkaran setan: sakit → stres/depresi → rasa sakit terasa lebih kuat → makin stres → dan seterusnya. Itulah sebabnya penanganan rasa sakit tidak cukup hanya dengan obat medis, tetapi juga perlu melibatkan dukungan psikologis agar keseimbangan fisik dan mental bisa pulih.

Cara Mengatasi Stres agar Tidak Mengganggu Nafsu Makan

Agar stres tidak terlalu memengaruhi pola makan, penting untuk memiliki strategi penanganan yang sehat. Beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain:

  1. Kenali Pola Diri Sendiri
    Sadari apakah stres membuat kamu makan berlebihan atau justru kehilangan selera makan. Dengan begitu, kamu bisa lebih mudah mengontrol respon terhadap stres.

  2. Gunakan Teknik Relaksasi
    Lakukan pernapasan dalam, meditasi, atau yoga untuk menurunkan ketegangan dan menstabilkan emosi. Hal ini membantu tubuh kembali ke kondisi tenang sehingga nafsu makan lebih seimbang.

  3. Atur Pola Makan Sehat
    Cobalah makan dengan jadwal teratur dan pilih makanan bergizi seimbang. Hindari menjadikan makanan cepat saji atau camilan manis sebagai “pelarian” utama saat stres.

  4. Aktivitas Fisik
    Olahraga ringan seperti jalan kaki, bersepeda, atau stretching dapat menurunkan kadar stres sekaligus menjaga metabolisme tubuh tetap stabil.

  5. Kelola Waktu Istirahat
    Tidur yang cukup sangat berpengaruh terhadap pengendalian hormon lapar (ghrelin) dan kenyang (leptin). Kurang tidur sering membuat stres makin parah dan pola makan kacau.

  6. Cari Dukungan Sosial
    Berbicara dengan teman, keluarga, atau profesional dapat membantu mengurangi beban pikiran. Dukungan emosional membuat stres lebih mudah ditangani tanpa harus lari ke pola makan tidak sehat.

     Untuk dapat mengenali potensi mu dengan baik, kalian dapat menemukan layanan asesmen psikologi terbaik hanya di biro psikologi resmi Assessment Indonesia, mitra terpercaya untuk kebutuhan psikotes.



Referensi:

Homan, D. K. (2013). Berpikir dan Berperilaku dengan Rasa. Humaniora, 4(1), 203-211.





Bagikan