Gangguan Nafsu Makan
Stres Dapat Mengganggu Nafsu Makan Mu, Apakah Benar?
Pengertian Nafsu Makan
Dalam konteks psikologi, nafsu makan tidak hanya dipahami sebagai dorongan biologis untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor mental dan emosional. Nafsu makan berkaitan dengan kondisi psikologis seseorang, seperti suasana hati, tingkat stres, dan keseimbangan emosi. Misalnya, ketika seseorang sedang stres, cemas, atau mengalami tekanan psikologis, dorongan makan dapat berubah—ada yang mengalami peningkatan nafsu makan (emotional eating), sementara yang lain justru kehilangan selera makan.
Dengan demikian, nafsu makan dapat dipandang sebagai hasil interaksi antara faktor fisiologis (kebutuhan tubuh) dan faktor psikologis (kondisi emosi dan kognisi). Pemahaman ini membantu menjelaskan mengapa gangguan psikologis, termasuk stres, sering kali berdampak langsung pada pola makan seseorang.
Hubungan Stres dan Nafsu Makan
Stres memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pola makan seseorang. Secara psikologis, ketika tubuh mengalami stres, sistem saraf melepaskan hormon seperti kortisol dan adrenalin. Hormon-hormon ini dapat memengaruhi nafsu makan dengan dua cara yang berbeda. Pada sebagian orang, stres memicu peningkatan nafsu makan atau emotional eating, di mana makanan—terutama yang tinggi gula atau lemak—dipilih sebagai bentuk pelarian untuk memberikan rasa nyaman sementara. Namun, pada orang lain, stres justru menekan dorongan makan, membuat mereka kehilangan selera makan karena tubuh berada dalam kondisi “siaga” dan memprioritaskan respons melawan atau menghindar (fight or flight).
Selain itu, stres jangka panjang dapat mengganggu regulasi emosi dan menimbulkan kebiasaan makan yang tidak sehat. Hal ini berisiko menyebabkan masalah kesehatan, baik fisik maupun psikologis, jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, memahami hubungan antara stres dan nafsu makan sangat penting agar seseorang mampu mengenali pola dirinya sendiri dan mencari strategi coping yang sehat.
Hal ini dibuktikan juga pada penelitian terdahulu dari Ningrum, Khusniyati, Ni’mah (2022) yang menyatakan bahwa terlihat dari tanda – tandanya seperti terlihat tidak bersemangat, nafsu makan berkurang, pola terganggu/ susah tidur, dan rasa cemas atau khawatir yang berlebihan. Hal tersebut dapat mengganggu aktivitas keseharian seseorang yang mengalami gangguan kesehatan mental.
Cara Mengatasi Stres agar Tidak Mengganggu Nafsu Makan
Agar stres tidak terlalu memengaruhi pola makan, penting untuk memiliki strategi penanganan yang sehat. Beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain:
-
Kenali Pola Diri Sendiri
Sadari apakah stres membuat kamu makan berlebihan atau justru kehilangan selera makan. Dengan begitu, kamu bisa lebih mudah mengontrol respon terhadap stres. -
Gunakan Teknik Relaksasi
Lakukan pernapasan dalam, meditasi, atau yoga untuk menurunkan ketegangan dan menstabilkan emosi. Hal ini membantu tubuh kembali ke kondisi tenang sehingga nafsu makan lebih seimbang. -
Atur Pola Makan Sehat
Cobalah makan dengan jadwal teratur dan pilih makanan bergizi seimbang. Hindari menjadikan makanan cepat saji atau camilan manis sebagai “pelarian” utama saat stres. -
Aktivitas Fisik
Olahraga ringan seperti jalan kaki, bersepeda, atau stretching dapat menurunkan kadar stres sekaligus menjaga metabolisme tubuh tetap stabil. -
Kelola Waktu Istirahat
Tidur yang cukup sangat berpengaruh terhadap pengendalian hormon lapar (ghrelin) dan kenyang (leptin). Kurang tidur sering membuat stres makin parah dan pola makan kacau. -
Cari Dukungan Sosial
Berbicara dengan teman, keluarga, atau profesional dapat membantu mengurangi beban pikiran. Dukungan emosional membuat stres lebih mudah ditangani tanpa harus lari ke pola makan tidak sehat.
Untuk dapat mengenali potensi mu dengan baik, kalian dapat menemukan layanan asesmen psikologi terbaik hanya di biro psikologi resmi Assessment Indonesia, mitra terpercaya untuk kebutuhan psikotes.
Referensi:
Ningrum, M. S., Khusniyati, A., & Ni’mah, M. I. (2022). Meningkatkan kepedulian terhadap gangguan kesehatan mental pada remaja. Community Development Journal: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(2), 1174-1178.