Buat sebagian orang, anime, komik, atau video game bukan sekadar hiburan, tapi juga bagian penting dari identitas dan cara mereka berhubungan dengan dunia. Nah, di ruang terapi, hal-hal yang sering dianggap “sekadar hobi” ini justru bisa jadi jembatan untuk memahami perasaan, pengalaman, bahkan luka batin seseorang. Dengan mengintegrasikan geek culture ke dalam psikoterapi, terapis bisa memakai bahasa dan simbol yang akrab bagi klien, mulai dari kisah perjuangan karakter anime, dinamika tim dalam game, sampai nilai-nilai yang muncul di komik, untuk membuka percakapan. Hal ini bisa membangun kedekatan, dan membantu proses penyembuhan secara lebih alami dan relevan.
Geek-Informed Therapy
Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak terapis kesehatan mental berlisensi yang mulai mengintegrasikan geek culture, seperti anime, komik, video game, fantasi, hingga live-action role-playing (LARP) ke dalam praktik psikoterapi mereka (Kocon, 2025). Pendekatan ini dikenal dengan sebutan geek-informed therapy. Intinya, kegiatan yang selama ini dianggap sekadar hobi atau hiburan, seperti bermain board game, membaca komik, atau membahas jalan cerita video game, justru bisa dijadikan alat untuk memperkuat proses terapi. Para terapis yang peka budaya menyadari bahwa geek culture bukan hanya hiburan, melainkan sebuah komunitas dengan ritual, nilai, dan norma yang unik, sama halnya seperti kelompok budaya lain. Dengan mengakui keunikan ini, terapis bisa membangun koneksi lebih dalam dengan klien yang mengidentifikasi dirinya sebagai “geek,” sehingga proses penyembuhan terasa lebih autentik, relevan, dan sesuai dengan dunia yang dekat dengan mereka.
Narasi, Identitas, dan Komunitas dalam Geek Culture
Narasi yang hadir dalam geek culture bukan sekadar hiburan, melainkan alat yang kuat untuk pembentukan identitas (Bean, 2023). Kisah-kisah dari anime, komik, film fantasi, hingga video game menyediakan semacam “mitologi bersama” yang membantu individu memahami diri dan mengekspresikan identitasnya. Tema perjuangan, konflik batin, hingga kemenangan yang digambarkan dalam cerita-cerita tersebut sering kali selaras dengan pengalaman pribadi, sehingga memunculkan rasa empati, keberdayaan, dan makna. Melalui narasi itu pula, banyak orang menemukan ruang untuk berekspresi secara autentik, sekaligus merasa menjadi bagian dari komunitas yang lebih luas.
Selain itu, komunitas geek, baik daring maupun luring, memberikan rasa kebersamaan dan dukungan sosial yang kuat. Dalam konteks terapi, keterhubungan ini bisa dimanfaatkan untuk mendorong perubahan perilaku positif, misalnya dengan membentuk tujuan kolektif atau saling menguatkan untuk membangun kebiasaan sehat. Unsur kolaboratif dalam komunitas geek menciptakan ruang aman bagi anggotanya untuk berkembang.
Unsur gamifikasi yang melekat dalam geek culture juga menjadi aspek penting. Baik lewat permainan video, tabletop games, maupun narasi interaktif, partisipan mendapatkan pengalaman mendalam yang sarat dengan pencapaian, progres, dan motivasi intrinsik. Hal ini bisa dimanfaatkan dalam terapi untuk menumbuhkan semangat, keterlibatan, dan keberlanjutan proses perubahan.
Namun, perlu diingat bahwa geek culture sangat beragam. Menyederhanakan atau melabeli komunitas ini secara homogen justru berisiko melanggengkan stereotipe. Oleh karena itu, penting bagi praktisi maupun masyarakat umum untuk menghargai keragaman pengalaman dalam geek culture, agar manfaatnya bisa benar-benar dioptimalkan tanpa mengabaikan keunikan individu.
Integrasi Elemen Permainan Video dalam Praktik Klinis
Video game tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga bisa diintegrasikan ke dalam praktik klinis sebagai bagian dari terapi (Bean et al., 2020). Melalui permainan, seorang terapis dapat mengamati berbagai proses psikologis yang penting. Dalam pendekatan psikoanalitik, misalnya, interaksi dalam permainan dapat memperlihatkan ekspresi diri, katarsis, proyeksi, hingga pola transferensi dan mekanisme pertahanan diri. Situasi dalam game sering kali menjadi cermin dari konflik batin atau dinamika emosional yang dialami klien di kehidupan nyata.
Dalam kerangka terapi kognitif-perilaku (CBT), pola bermain video game bisa menunjukkan kesamaan dengan perilaku bermasalah sehari-hari. Cara klien memecahkan masalah, mengambil keputusan, atau bahkan menghindari tantangan dalam game dapat memberikan gambaran tentang pola pikir dan strategi coping yang ia gunakan. Dari sana, terapis bisa membantu klien mengembangkan cara berpikir dan berperilaku yang lebih adaptif.
Sementara itu, dari sudut pandang humanistik, permainan video, terutama yang bersifat kooperatif atau berbasis tim, menyediakan konteks alami untuk mengamati kerja sama, komunikasi, dan empati. Melalui pengalaman ini, terapis bisa membantu klien menyadari kekuatan dirinya, membangun hubungan sehat, serta menemukan nilai-nilai personal yang mendukung pertumbuhan diri. Dengan demikian, video game dapat menjadi medium kreatif yang memperkaya proses terapi.
Untuk dapat mengenali potensimu dengan baik, kalian dapat menemukan layanan asesmen psikologi terbaik hanya di biro psikologi resmi Assessment Indonesia, mitra terpercaya untuk kebutuhan psikotes.
References
Bean, A. (2023). Harnessing geek culture for mental health transformation: A proposed theory in psychology. Journal of Psychology and Psychotherapy Research, 10, 97–105. https://doi.org/10.12974/2313-1047.2023.10.09
Bean, A. M., Jr, E. S., & Hays, S. A. (2020). Integrating geek culture into therapeutic practice : The clinician’s guide to geek therapy. Leyline Publishing, Inc.
Kocon, J. A. (2025). Clinicians’ use of geek culture in psychotherapy: A qualitative study - proquest. Proquest.com. https://www.proquest.com/openview/6cd05a72711b83b04de7c110a1db6183/1?pq-origsite=gscholar&cbl=18750&diss=y