Memuat...
30 October 2025 10:49

Menghadapi Tekanan Media Sosial: Terapi untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri di Era Digital

Bagikan artikel

Pendahuluan

Di zaman digital seperti sekarang, media sosial telah menjadi bagian yang hampir tak terpisahkan dari kehidupan kita, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Setiap hari kita melihat unggahan teman, selebritas, atau influencer yang menampilkan kehidupan yang tampak sempurna: liburan yang mewah, karier yang gemilang, tubuh yang ideal. Tanpa disadari, kita sering membandingkan diri dengan unggahan-unggahan tersebut, dan dari situlah tekanan muncul “mengapa saya belum seperti mereka?”, “apakah hidup saya kurang menarik?”, atau “kenapa banyak orang menyukai unggahan mereka, sedangkan unggahan saya sepi?”

 

Mengapa Media Sosial Bisa Menggerus Kepercayaan Diri

Media sosial dirancang untuk menarik perhatian. Notifikasi, like, komentar, semuanya menciptakan rangsangan cepat yang bisa membangkitkan rasa senang sesaat. Namun di balik itu, terdapat proses sosial psikologis penting yaitu perbandingan sosial. Menurut teori social comparison, manusia secara alami membandingkan dirinya dengan orang lain untuk menilai tempatnya dalam suatu lingkungan. Jika di dunia nyata kita melihat keseluruhan kehidupan seorang teman (baik suka maupun duka), maka di media sosial kita hanya melihat “highlight reel”, potongan terbaiknya saja. Akibatnya, jenis perbandingan yang muncul sering merupakan upward comparison (membandingkan diri dengan orang yang dianggap “lebih baik”), yang dapat mengikis kepercayaan diri dan menurunkan kesejahteraan psikologis. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang intens dan pola perbandingan sosial yang terus-menerus berhubungan dengan tingkat kepercayaan diri yang lebih rendah.

 

Dampak Tekanan Media Sosial pada Kepercayaan Diri

Ketika rasa percaya diri mulai terkikis, efeknya tidak sekadar emosional, tetapi bisa berdampak pada kehidupan sehari-hari. Penggunaan media sosial secara berlebihan dapat mengganggu kualitas tidur, konsentrasi belajar atau bekerja menjadi menurun, dan muncul rasa kecemasan atau depresi akibat terus-menerus merasa “kurang”. Bahkan penelitian yang lebih luas menunjukkan bahwa pola penggunaan media sosial yang bermasalah memiliki korelasi moderat dengan gejala depresi, kecemasan, dan stres.

 

Terapi dan Strategi untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri di Era Digital

 

Menghadapi tekanan media sosial tidak berarti harus berhenti memakai media sosial sama sekali, melainkan belajar menggunakannya dengan cara yang lebih sehat dan sadar. Di sinilah pendekatan terapeutik, seperti konseling atau terapi kognitif-perilaku, menjadi sangat relevan. Terapi membantu individu menyadari pola pemikiran yang muncul ketika melihat unggahan orang lain (“mengapa hidup saya belum sehebat mereka?”), lalu menggantinya dengan cara berpikir yang lebih realistis dan adaptif. Misalnya, klien diajak melihat bahwa unggahan orang lain tidak selalu mencerminkan keseluruhan kehidupan mereka, atau bahwa nilai diri tidak ditentukan oleh jumlah like atau komentar.

 

Selain itu, beberapa strategi praktis yang bisa diintegrasikan dalam proses terapi maupun keseharian meliputi:

  • Mengaktifkan kesadaran diri (mindfulness) saat menggunakan media sosial: misalnya bertanya pada diri sendiri, “apa perasaan saya setelah melihat unggahan ini?”

  • Mengatur durasi dan frekuensi penggunaan media sosial, serta menetapkan waktu bebas gadget.

  • Memilih untuk mengikuti akun-akun yang memberi inspirasi atau edukasi positif, dan sebaliknya mengurangi atau berhenti mengikuti akun yang memicu rasa “kurang”.

  • Membangun koneksi nyata di dunia offline sebagai penyeimbang dunia daring dan memperkuat rasa diterima dan berharga di luar layar.

Kesimpulan

Media sosial memiliki potensi besar untuk memperkaya hidup kita melalui koneksi, inspirasi, dan kreativitas. Namun tanpa kesadaran dan pengelolaan yang bijak, penggunaan media sosial dapat memunculkan tekanan yang merusak kepercayaan diri dan kesejahteraan psikologis. Dengan memadukan terapi psikologis yang tepat serta strategi penggunaan media sosial yang sehat dan sadar, kita dapat belajar berdamai dengan dunia digital, menguatkan kepercayaan diri, dan meraih keseimbangan antara kehidupan online dan kehidupan nyata. Untuk dapat mengenali potensimu dengan baik, kalian dapat menemukan layanan asesmen psikologi terbaik hanya di biro psikologi resmi Assessment Indonesia, mitra terpercaya untuk kebutuhan psikotes.

 

Referensi

Colak, M., Sireli Bingol, Ö., & Dayi, A. (2023). Self-esteem and social media addiction level in adolescents: The mediating role of body image. International Journal of Environmental Research and Public Health, 20(13), 6858. https://doi.org/10.3390/ijerph20136858


McComb, M., et al. (2023). A meta-analysis of the effects of social media exposure to upward comparison targets on self-evaluations and emotions. Journal of Media Psychology. [Advance online publication]. https://doi.org/10.1080/15213269.2023.2180647


Problematic social media use in adolescents and young adults: A systematic review and meta-analysis. (2022). JMIR Mental Health, 9(4), e33450. https://doi.org/10.2196/33450 


Vogel, E. A., Rose, J. P., Roberts, L. R., & Eckles, K. (2014). Social comparison, social media, and self-esteem. Psychology of Popular Media Culture, 3(4), 206–222. https://doi.org/10.1037/ppm0000047

Bagikan